Sabtu, 26 Januari 2013

kusta

PENYAKIT KUSTA

DEFINISI PENYAKIT KUSTA
Kusta (leprae atau morbus Hansen) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae)
KLASIFIKASI PENYAKIT KUSTA
Klasifikasi berdasarkan Ridley dan Jopling adalah tipe TT (tuberkuloid), BT (borderline tuberculoid), BB (mid borderline), BL (borderline lepromatous), dan LL (lepromatosa) sedangkan Departemen Kesehatan Ditjen P2MPLP (1999) dan WHO (1995) membagi tipe menjadi tipe Pause Basiler (PB) dan Multi Basiler (MU)
ETIOLOGI PENYAKIT KUSTA
Mycobacterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obligasi interselular, menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian atas, hati dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah diri M. leprae 12 – 21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari – 40 tahun.
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KUSTA
Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi menurut sebagian besar ahli melalui saluran pernafasan (inhalasi) dan kulit (kontak langsung yang lama dan erat). Kuman mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut, kelenjar keringat, dan diduga juga melalui air susu ibu. Tempat implantasi tidak sellau menjadi tempat lesi pertama.
Timbulnya penyakit pada seseorang tidak mudah sehingga tidak perlu ditakuti. Hal ini bergantung pada beberapa faltor, antara lain sumber penularan, kuman kusta, daya tahan tubuh, sosial ekonomi dan iklim.
Sumber penularan adalah kuman kusta utuh (solid) yang berasal dari pasien kusta tipe MB (Multi Basiler) yang belum diobati atau tidak teratur berobat.
Bila seseorang terinfeksi M. leprae sebagian besar (95%) akan sembuh sendiri dan 5% akan menjadi indeterminate. Dari 5% indeterminate, 30% bermanifestasi klinis menjadi determinate dan 70% sembuh.
Insiden tinggi pada daerah tropis dan subtropis yang panas dan lembab. Insiden penyakit kusta di Indonesia pada Mret 1999 sebesar 1,01 per 10.000 penduduk.
Kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa. Frekuensi tertinggi pada kelompok dewasa ialah umur 25 – 35 tahun, sedangkan pada kelompok anak umur 10 – 12 tahun.
PATOFISIOLOGI PENYAKIT KUSTA
Setelah M. leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular mediated immune) paien. Kalau sistem imunitas selular tinggi, penyakit berkembang kea rah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang kea rah lepromatosa. M. leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relative lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respon imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi selular daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik.

MANIFESTASI KLINIS PENYAKIT KUSTA
Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis, dan histopatologis. Menurut WHO (1995), diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda cardinal berikut :
  • Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas
Lesi kulit dapat tunggal ataiu multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang – kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa macula, papul atau nodul.
Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan saraf tepi saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/atau kelemahan otot juga merupakan tanda kusta.
  • BTA positif
Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari krokan jaringan kulit.
Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau penyakit lain.
REAKSI KUSTA
Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi antigen – antibodi (respon humoral) dengan akibat merugikan pasien. Reaksi ini dapat terjadi pada pasien sebelum mendapat pengobatan, selama pengobatan dan sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah mulai pengobatan.
Jenis Reaksi
  • Reaksi tipe I (reaksi reversal, reaksi upgrading, reaksi borderline)
Terjadi pada pasien tipe borderline disebabkan meningkatnya kekebalan selular secara cepat. Pada reaksi ini terjadi pergeseran tipe kusta kea rah PB. Faktor pencerusnya tidak diketahui secara pasti tapi diperkirakan ada hubungan dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Gejala klinis reaksi tipe I berupa perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan pada saraf) dan/atau gangguan keadaan umum paien (gejala konstitusi).
  • Reaksi tipe II (reaksi eritema nodosum leprosum)
Reaksi ini terjadi pada pasien tipe MB dan merupakan reaksi humoral, dimana basil kusta yang utuh maupun tidak utuh menjadi antigen. Tubuh akan membentuk antibodi dan komplemen sebagai respon adanya antigen. Reaksi kompleks imun terjadi antara antigen, antibodi, dan komplemen. Kompleks imun ini dapat mengendap antara lain di kulit berbentuk nodul yang dikenal sebagai eritema nodosum leprosum, mata (iridosiklitis), sendi (artritis), dan saraf (neuritis) dengan disertai gejala konstitusi seperti demam dan malaise serta komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Hal – hal yang mempermudah terjadinya reaksi kusta adalah stress fisik (kondisi lemah, menstruasi, hamil, setelah melahirkan, pembedahyan sesudah mendapat imunisasi dan malaria) dan stress mental. Perjalanan reaksi dapat berlangsung sampai 3 minggu. Kadang – kadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama.
KUSTA VS XAMTHONE
Manfaat kulit manggis, buah manggis tak hanya segar saat disantap, tetapi kulit manggis juga memiliki khasiat untuk kesehatan dan kecantikan. Kandungan antioksidan di dalam buah manggis termasuk yang paling tinggi diantara buah-buah lainnya. Sehingga buah manggis sangat baik untuk mengobati penyakit mulai yang ringan hingga yang berat.
Buah manggis disebut juga queen of fruits atau ratunya buah. Tak heran, karena memang kandungan gizi di dalam buah manggis memberikan berbagai macam manfaat untuk kesehatan dan kecantikan. Berbeda dengan buah lainnya, pada buah manggis tidak ada yang dibuang. Bahkan pada kulit manggis, khasiatnya melebihi daging buahnya karena mengandung antioksidan paling tinggi.
Dalam kulit manggis terdapat senyawa xanthone yang tergolong tertinggi daripada buah yang lain. Dengan kandungan xanthone 123,97 mg/ml, kulit manggis dapat membunuh penyakit dan memperbaiki sel yang rusak serta melindungi sel-sel di dalam tubuh. Xanthone adalah subtansi kimia alami yang tergolong senyawa polyhenolic yang dapat digunakan sebagai zat untuk mengatasi berbagai penyakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar