PENYAKIT KUSTA
Kusta (leprae atau morbus Hansen) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae)
KLASIFIKASI PENYAKIT KUSTA
Klasifikasi berdasarkan Ridley dan Jopling adalah tipe TT (tuberkuloid), BT (borderline tuberculoid), BB (mid borderline), BL (borderline lepromatous), dan LL (lepromatosa) sedangkan
Departemen Kesehatan Ditjen P2MPLP (1999) dan WHO (1995) membagi tipe
menjadi tipe Pause Basiler (PB) dan Multi Basiler (MU)
ETIOLOGI PENYAKIT KUSTA
Mycobacterium leprae merupakan
basil tahan asam (BTA), bersifat obligasi interselular, menyerang saraf
perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian
atas, hati dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah
diri M. leprae 12 – 21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari – 40 tahun.
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KUSTA
Cara penularan yang pasti belum
diketahui, tetapi menurut sebagian besar ahli melalui saluran pernafasan
(inhalasi) dan kulit (kontak langsung yang lama dan erat). Kuman
mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut, kelenjar keringat, dan
diduga juga melalui air susu ibu. Tempat implantasi tidak sellau menjadi
tempat lesi pertama.
Timbulnya penyakit pada seseorang tidak
mudah sehingga tidak perlu ditakuti. Hal ini bergantung pada beberapa
faltor, antara lain sumber penularan, kuman kusta, daya tahan tubuh,
sosial ekonomi dan iklim.
Sumber penularan adalah kuman kusta
utuh (solid) yang berasal dari pasien kusta tipe MB (Multi Basiler) yang
belum diobati atau tidak teratur berobat.
Bila seseorang terinfeksi M. leprae sebagian besar (95%) akan sembuh sendiri dan 5% akan menjadi indeterminate. Dari 5% indeterminate, 30% bermanifestasi klinis menjadi determinate dan 70% sembuh.
Insiden tinggi pada daerah tropis dan
subtropis yang panas dan lembab. Insiden penyakit kusta di Indonesia
pada Mret 1999 sebesar 1,01 per 10.000 penduduk.
Kusta dapat menyerang semua umur,
anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa. Frekuensi tertinggi pada
kelompok dewasa ialah umur 25 – 35 tahun, sedangkan pada kelompok anak
umur 10 – 12 tahun.
PATOFISIOLOGI PENYAKIT KUSTA
Setelah M. leprae masuk ke
dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan
seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada
derajat sistem imunitas selular (cellular mediated immune) paien.
Kalau sistem imunitas selular tinggi, penyakit berkembang kea rah
tuberkuloid dan bila rendah, berkembang kea rah lepromatosa. M. leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relative lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding
dengan derajat infeksi karena respon imun pada tiap pasien berbeda.
Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi selular daripada
intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai
penyakit imunologik.
MANIFESTASI KLINIS PENYAKIT KUSTA
Diagnosis didasarkan pada gambaran
klinis, bakterioskopis, dan histopatologis. Menurut WHO (1995),
diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda cardinal
berikut :
- Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas
Lesi kulit dapat tunggal ataiu
multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang – kadang lesi kemerahan
atau berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa
macula, papul atau nodul.
Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit
merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi,
bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot.
Penebalan saraf tepi saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas
dan/atau kelemahan otot juga merupakan tanda kusta.
- BTA positif
Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari krokan jaringan kulit.
Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai
kasus dicurigai dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan
diagnosis kusta atau penyakit lain.
REAKSI KUSTA
Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah
suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan
reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi antigen – antibodi
(respon humoral) dengan akibat merugikan pasien. Reaksi ini dapat
terjadi pada pasien sebelum mendapat pengobatan, selama pengobatan dan
sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun
sesudah mulai pengobatan.
Jenis Reaksi
- Reaksi tipe I (reaksi reversal, reaksi upgrading, reaksi borderline)
Terjadi pada pasien tipe borderline
disebabkan meningkatnya kekebalan selular secara cepat. Pada reaksi ini
terjadi pergeseran tipe kusta kea rah PB. Faktor pencerusnya tidak
diketahui secara pasti tapi diperkirakan ada hubungan dengan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat.
Gejala klinis reaksi tipe I berupa perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan pada saraf) dan/atau gangguan keadaan umum paien (gejala konstitusi).
- Reaksi tipe II (reaksi eritema nodosum leprosum)
Reaksi ini terjadi pada pasien tipe MB
dan merupakan reaksi humoral, dimana basil kusta yang utuh maupun tidak
utuh menjadi antigen. Tubuh akan membentuk antibodi dan komplemen
sebagai respon adanya antigen. Reaksi kompleks imun terjadi antara
antigen, antibodi, dan komplemen. Kompleks imun ini dapat mengendap
antara lain di kulit berbentuk nodul yang dikenal sebagai eritema
nodosum leprosum, mata (iridosiklitis), sendi (artritis), dan saraf
(neuritis) dengan disertai gejala konstitusi seperti demam dan malaise
serta komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Hal – hal yang mempermudah terjadinya
reaksi kusta adalah stress fisik (kondisi lemah, menstruasi, hamil,
setelah melahirkan, pembedahyan sesudah mendapat imunisasi dan malaria)
dan stress mental. Perjalanan reaksi dapat berlangsung sampai 3 minggu.
Kadang – kadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama.
KUSTA VS XAMTHONE
Manfaat kulit manggis, buah manggis
tak hanya segar saat disantap, tetapi kulit manggis juga memiliki
khasiat untuk kesehatan dan kecantikan. Kandungan antioksidan di dalam buah manggis termasuk yang paling tinggi diantara buah-buah lainnya. Sehingga buah manggis sangat baik untuk mengobati penyakit mulai yang ringan hingga yang berat.
Buah manggis disebut juga queen of fruits atau ratunya buah. Tak heran, karena memang kandungan gizi di dalam buah manggis memberikan berbagai macam manfaat untuk kesehatan dan kecantikan. Berbeda dengan buah lainnya, pada buah manggis
tidak ada yang dibuang. Bahkan pada kulit manggis, khasiatnya melebihi
daging buahnya karena mengandung antioksidan paling tinggi.
Dalam kulit manggis terdapat senyawa xanthone yang tergolong tertinggi daripada buah yang lain. Dengan kandungan xanthone 123,97 mg/ml, kulit manggis dapat membunuh penyakit dan memperbaiki sel yang rusak serta melindungi sel-sel di dalam tubuh. Xanthone
adalah subtansi kimia alami yang tergolong senyawa polyhenolic yang
dapat digunakan sebagai zat untuk mengatasi berbagai penyakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar